Desa Bungurasih Sudah Ada Sejak Abad Sembilan

PASURUAN: Desa Bungurasih Kecamatan Waru Sidoarjo yang selama ini dikenal dengan terminal Purabaya ternyata sebuah desa kuno yang sudah ada sejak abad kesembilan. Jauh sebelum era Airlangga bahkan Mpu Sendok di Jawa Timur. Hal ini terungkap dalam “Sarasehan Makam Mbah Bungur dan Desa Bungurasih” di Royal Tretes View Hotel, Pasuruan, Sabtu – Minggu (13-14/01/23) yang diselenggarakan oleh Pemerintah Desa (Pemdes) Bungurasih.

Dalam acara ini terbagi dalam dua sesi, yaitu Sabtu malam, khusus membahas riwayat Mbah Bungur yang selama ini selalu diperingati khaulnya namun tidak diketahui kapan meninggalnya. Sehingga ketika Gus Miftah bertanya pada panitia acara khaul beberapa waktu yang lalu, tidak ada yang berani menjawab. Karena itulah kemudian Pemdes Bungurasih menggelar acara sarasehan ini sekaligus mencari sejarah desa Bungurasih.

Acara ini dibuka oleh Kepala Desa Bungurasih, Eko Yulianto, dan dihadiri oleh para sesepuh dan tokoh serta perangkat desa Bungurasih, di antaranya Ketua BPD (Akhmadi), Abdul Haris, Sutopo, Mundzir, M. Suhel, Hambali, Ikhwan, Nakim, Sugeng, Nur Khusaini, Ainun Na’im, Setio Wibowo, M. Iksan, Chairun Nasir, Sekdes Heri Purnomo, Ahmad Setianto, M. Ali, Ucok.

Dalam sesi menggali sejarah Bungurasih menghadirkan narasumber Henri Nurcahyo, budayawan yang juga warga desa Bungurasih, TP Wijoyo dan dr Sudi, keduanya pegiat sejarah, serta Mashuri dari Badan Riset Ilmu Nasional (BRIN).

Ketiga narasumber, yaitu Henri, TP Wijoyo dan dr Sudi, sepakat bahwa dalam Prasasti Gedangan (Prasasti Kancana), yang dikeluarkan oleh Raja Rakaiwangi pada tanggal 31 Oktober tahun 866 M menyebut nama desa Bungur Lor yang ditetapkan sebagai sima kepada pendeta Buddha di Bodhinimba dengan kewajiban memelihara bangunan suci Kañcana.

Karena prasasti itu sudah rusak maka 507 tahun kemudian prasasti itu dibuat tiruannya (tinulad) pada zaman Majapahit tahun 1289 Saka (1367 M) bersamaan dengan pemerintahan Hayam Wuruk (1350–1389 M). Bahwa raja Majapahit Dyah Hayam Wuruk mengakui kembali daerah Bungur sebagai sīma yang telah diberikan raja Rakai Kayuwangi. 

Sebagaimana disebutkan dalam prasasti bahwa pada saat penetapan desa Sima itu dihadiri oleh beberapa perwakilan dari desa-desa sekitarnya yaitu dari desa Kruyyak (Kureksari sekarang), Wagai, (Wage); Gesang, (Pagesangan), Warungkud (Rungkut), Ganting (Ganting), Pamasangan (Masangan), Wdi (Wedi), dan juga Camunda (Jimundo). Dengan demikian pada tahun 860 M itu desa-desa tersebut memang sudah ada. Berdasarkan data inilah maka kelurahan Pagesangan Surabaya sudah menetapkan tanggal 31 Oktober sebagai hari jadinya pada bulan November 2023 yang lalu. Meskipun, sebetulnya yang lebih berhak mengklaim tanggal tersebut adalah desa Bungurasih sebagaimana nama dan disebutkan dalam Prasasti Kancana.

Berdasarkan tanggal dikeluarkannya Prasasti Kancana itulah maka forum sarasehan sepakat menetapkan bahwa Desa Bungurasih berdiri sejak tanggal 31 Oktober 866 M yang berarti sudah berusia 1.164 tahun.

Meskipun, menurut dokter Sudi, bahwa dalam prasasti Waharu Kuti yang dikeluarkan tahun 840 M sudah disebut nama dusun Kasih yang kemudian menjadi desa Kasiyan.

Mbah Bungur

Perihal sejarah Mbah Bungur, narasumber Mashuri menggarisbawahi apa yang disampaikan para peserta sarasehan bahwa yang selama ini disebut-sebut dengan nama Mbah Bungur adalah orang yang pertama kali membuka desa Bungurasih. Nama sebenarnya Mbah Bungur atau Mbah Bongoh adalah Ki Ageng Gede Kasiana yang kemudian dimakamkan di tempat pemakaman umum Bungurasih yang sekarang. Kapan Mbah Bongo wafat? Tidak ada data yang pasti.

Sementara itu, tidak lama setelah Mbah Bungo melakukan babat alas ada lagi tokoh bernama Mbah Joyo Amijoyo atau juga dikenal dengan nama Mbah Ibrahim Al Jaelani, atau Mbah Jenggot yang melakukan dakwah penyebaran agama Islam. Konon Mbah Jenggot adalah seorang pemuka agama yang diperkirakan meninggal dunia 20 tahun setelah Sunan Ampel wafat. Jika merujuk wafatnya Sunan Ampel tahun 1481 M berarti Mbah Ibrahim meninggal tahun 1501 M. Mbah Ibrahim kemudian dimakamkan di halaman luar pemakaman desa Bungurasih sekarang ini.

Dengan adanya sarasehan ini, Abdillah Nasikh, ketua Komisi D DPRD Kab. Sidoarjo yang juga warga Bungurasih menyarankan agar setelah ditemukannya tanggal kelahiran Desa Bungurasih ini perlu dipikirkan apa yang dilakukan kemudian (what next). Kalau perlu, usulnya, dibentuk sebuah tim yang memutuskan Hari Jadi Bungurasih sehingga nama-nama yang tercantum di situ ikut bertanggungjawab. Desa Bungurasih perlu membuat branding yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai hal.

Namun tokoh desa Bungurasih, Prof Abdul Haris, malah menekankan bahwa semua peserta sarasehan yang hanya diikuti oleh 20 orang inilah yang otomatis menjadi anggota tim penentuan Hari Jadi Desa Bungurasih. (hn)

PASURUAN: Desa Bungurasih Kecamatan Waru Sidoarjo yang selama ini dikenal dengan terminal Purabaya ternyata sebuah desa kuno yang sudah ada sejak abad kesembilan. Jauh sebelum era Airlangga bahkan Mpu Sendok di Jawa Timur. Hal ini terungkap dalam “Sarasehan Makam Mbah Bungur dan Desa Bungurasih” di Royal Tretes View Hotel, Pasuruan, Sabtu – Minggu (13-14/01/23) yang…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *