Hendro Siswanggono, Dokter yang Penyair

SUDAH sangat lama saya mendengar nama Hendro Siswanggono. Dalam buku “Antologi Puisi 25 Penyair Surabaya” terbitan Dewan Kesenian Surabaya (DKS) tahun 1975 saya temukan terpampang karyanya. Sudah lama, 48 tahun yang lalu. Belakangan saya dengar dia tinggal di Sidoarjo dan saya diberi kontak oleh Mas Eka Budianta untuk bertemu dengannya. “Ketemu di RS Delta ya, Ruang USG, jam 10.00, tekan saja belnya,” ujarnya via WA.

Sebetulnya saya mau tanya, mengapa kok di rumah sakit? Ternyata, inilah kekonyolan saya, bahwa penyair yang namanya sudah menasional itu adalah seorang dokter spesialis radiologi. Duuuh, betapa koplaknya saya.

Dari jelajah dunia maya saya temukan datanya, bahwa ia sudah menulis puisi sejak akhir tahun 60-an dan aktif mempublikasikannya di berbagai media sastra di masa itu dan tak pernah putus hingga sekarang.  Mulai penghujung tahun 1960-an, puisi-puisinya sudah dimuat di majalah sastra Horison maupun Basis dalam usia 16 tahun. Hal itu yang membuat penyair seperti Sapardi Djoko Damono (yang pada masanya aktif sebagai redaktur puisi majalah Basis), menulis surat dukungan untuk Hendro.

Saya juga baru dengar, mungkin lupa, bahwa awal tahun 2021 Komite Sastra Dewan Kesenian Sidoarjo (Dekesda) menyelenggarakan bedah buku puisinya yang berjudul ‘Potret Seorang Anak Laki-laki yang Menitikkan Air Mata’ (terbitan Delima Pustaka, Sidoarjo, 2020).

Pernah tinggal di Malang dan Surabaya, lantas Hendro kembali ke kota kelahirannya, di Sidoarjo, tanggal 19 Oktober 1951. Di tengah kesibukannya sebagai dokter ternyata Hendro produktif menulis dan menerbitkan buku antologi puisi. Dalam setahun bisa 2-3 buku. Entah berapa jumlahnya sekarang. Tercatat nama Afrizal Malna yang beberapa kali memberikan testimoni sebagai epilog atau prolog dalam bukunya. Dalam buku “Nyanyian Satu Bait bagi Kekasih”  Afrizal menulis, “Hendro membawa refleksi dari dunia mitos yang dikenalnya, ikon-ikon agama dan realitas menjadi transenden di satu sisi dan pada sisi lainnya sebagai kritik atas realitas yang dialaminya.

Dalam buku puisinya Pelarian Burung-burung Sriti (Juli, 2022), disertai dengan sejumlah drawing karya Syska La Veggie.

Hari Sabtu yang lalu (12/8) saya menemuinya di RS Delta Surya.

“Saya ada janji dengan Pak Hendro.”

“Oh Dokter Hendro,” jawab stafnya. Sesuai pesan Eka Budianta agar saya membawa semua buku saya yang dijual, kemudian saya bawa ransel dan mengeluarkan semuanya di meja. “Masih ada lagi? Keluarkan semua,” katanya, “tolong total semuanya berapa, saya minta nomor rekeningnya.”

Ada 8 buku yang saya bawakan. “Di rumah masih ada lagi?” tanyanya. Saya jawab memang masih ada tapi stoknya tinggal satu. Hanya yang saya bawa ini yang bisa dijual. Menurut Eka Budianta, Hendro memang  suka mengumpulkan buku karya teman-temannya. “Saya itu kolektor buku,” kata dokter yang penyair itu.

Kemudian, yang membuat saya sungkan, tiba-tiba dia mengeluarkan 4 (empat) buah buku puisinya dan diberikan ke saya. Lho, saya menjual buku padanya tapi dia malah memberi gratis. Saya pun diajak berfoto di ruang prakteknya, yang kemudian dikirimkan ke Eka Budianta, sahabat baiknya di Jakarta.

Sampai di rumah, ada notifikasi transfer dana masuk BCA, “lho, kok banyak sekali. Hampir dua kali lipat dari harga 8 buku saya.”

“Gak papa, dengan ongkirnya,” balasnya.

Alhamdulillah, terima kasih Pak Dokter.

Berikut ini adalah daftar buku karyanya yang sempat terlacak di internet:

  • Potret Seorang Anak Laki-laki yang Menitikkan Air Mata (Delima Pustaka, Sidoarjo, 2020).
  • Seekor Ular yang Bertukar Rupa (AUP Press, 2020)
  • Burung-burung Liar Merayah Terbang ke Selatan (AUP Press, 2020)
  • Selembar Peta yang Tak Terbaca (Tankali, 2020)
  • Orang-orangan yang Menyala dari Matanya (2021)
  • Topeng Gerabah (AUP Press, 2021)
  • Sendiri Menemui-Mu (2022). Editor Nurinwa Ki S. Hendrowinoto, Sutardji Calzoum Bachri, Presiden Penyair Indonesia, yang menulis prolog, epilog-nya ditulis oleh Abdul Hadi W M, dilengkapi oleh Atiek Koentjoro, jebolan Akademi Seni Rupa Surabaya (Aksera) yang memberi sentuhan artistik buku.
  • ‘Boneka Kain Perca Bermuka Marun’ (2022)
  • Pelarian Burung-burung Sriti (JBS, Juli, 2022)
  • Kupu-kupu Perak Bersayap Merah  (Kosa Kata Kita, 2021)
  • Kota kecil di Pedalaman (Kosa Kata Kita, 2021)
  • Nyanyian Satu Bait bagi Kekasih (AUP Press, 2023)
  • Seperti Hujan Dalam Pigora (JBS, 2023)

Oh ya, ada lagi buku berjudul Hendro Siswanggono (Jaring Laba-Laba Makna) merupakan buku biografi dan antologi puisi setebal 437 halaman karya: Afrizal Malna dan Syska La Veggie (Penerbit JBS, 2023) yang dibandrol harga jual Harga: Rp 550.000,- Terus terang, saya tidak berani menanyakannya. (hnr)

SUDAH sangat lama saya mendengar nama Hendro Siswanggono. Dalam buku “Antologi Puisi 25 Penyair Surabaya” terbitan Dewan Kesenian Surabaya (DKS) tahun 1975 saya temukan terpampang karyanya. Sudah lama, 48 tahun yang lalu. Belakangan saya dengar dia tinggal di Sidoarjo dan saya diberi kontak oleh Mas Eka Budianta untuk bertemu dengannya. “Ketemu di RS Delta ya,…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *