Dokumentasi Berharga 52 Tahun Festival Ramayana Internasional

Catatan Henri Nurcahyo


ARIF ROFIQ menerbitkan buku, judulnya (ambil nafas dulu): “Melacak Jejak Pengembangan Wisata Budaya Jawa Timur. (ditambah subjudul:) Festival Ramayana Internasional 1971 sebagai Tonggak Sejarah Pengembangan Seni Tari dan Karawitan Jawa Timuran.” Buku ini lantas dibedah (tepatnya diluncurkan) di lobi gedung Cak Durasim, Taman Budaya Jawa Timur, Kamis sore, 31 Agustus 2023.

Tanggal ini sengaja dipilih karena tepat 52 tahun yang lalu dilangsungkan “Festival Ramayana Internasional 1971” di Taman Candra Wilwatikta (TCW), Pandaan. Lelaki kelahiran Jombang tahun 1964 ini pernah berinteraksi di TCW sejak masih pemula, bekerja sebagai staf di Disbudpar Jatim,  dan menandai pensiunnya dalam posisi sebagai Kepala UPT TCW pada usia 58 tahun. Namun alumnus Sekolah Tinggi Kesenian Wilwatikta (STKW) Surabaya ini lantas dikaryakan kembali menjadi staf di Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Provinsi Jawa Timur (BPSDM) sebagai Widyaiswara hingga sekarang.

Acara Bedah Buku kali ini diawali dengan sajian tari remo gaya Munali Patah yang dibawakan langsung oleh putri Munali sendiri dan dipandu oleh Heri Lentho dengan narasumber Prof Dr Suryanto, M.Si, Dekan Fakultas Psikologi Universitas Airlangga. Dalam pertengahan diskusi ditampilkan selingan tari Topeng Klono Jatiduwur, Jombang.

Menyimak isi buku ini sebetulnya berisi dokumen yang sangat berharga terkait dengan peristiwa Festival Ramayana Internasional (FRI) tahun 1971 yang sekaligus menandai pemanfaatan Taman Candra Wilwatikta. Dikisahkan, ketika Rofiq menjabat sebagai Kepala UPT Wilwatikta dan Ekonomi Kreatif, pernah menemukan poster FRI 1971 yang dilukis di atas kanvas dengan cat yang sudah pudar meski masih bisa sedikit dibaca. Poster yang nampaknya sudah dianggap sebagai sampah itu ditemukan di kandang ayam Taman Candra Wilwatikta. Meski sudah nampak jelek, poster itu lantas dibawanya ke STKW dan dipajang di dinding karena merasa yakin bahwa suatu ketika akan punya waktu untuk melacaknya.

Begitulah, meninggalkan jabatan sebagai Kepala UPT TCW Rofiq melacak jejak FRI 1971 melalui serangkaian wawancara dengan berbagai sumber. Beruntung beberapa pelaku langsung masih bisa ditemui, seperti Dr. Sal Murgiyanto, MA (delegasi DIY); Prof Dr I Wayan Dibia, SST, MA (delegasi Prov Bali); Sulistyo Tirtokusumo (delegasi Solo); Dr. Endo Suanda (delegasi Sunda); Juga delegasi Jatim yaitu Dr Djoko Susetyo, MBA, Bambang Tutuko, Harjito, serta beberapa penari putri antara lain Prof Poedji Astoeti, Dien Soedarno, Hermin, Tantin, Atik, dan Titik. Sedangkan penari prianya adalah Tri Broto Ws, Parmin Ras, Tony J Bakri, Saddo Budi Sulistyo, yang kesemuanya menjadi pemeran bolo ketek (kera).

Di samping itu Rofiq juga menggali pendapat dari sejumlah tokoh yang tidak terlibat langsung, seperti Hari Putri Lestari dan Basuki Babussalam (keduanya anggota DPRD Provinsi Jatim), Prof Dr Suryanto, M.Si, dan Sinarto, S.Kar, MM (saat wawancara masih menjabat Kadis Budpar Jatim).

Kesemua wawancara itu sudah diunggah dalam tayangan langsung di kanal Youtube secara berseri sejak tahun 2021 untuk menandai persis 50 tahun Festival Ramayana Internasional. Belakangan Rofiq merasa bahwa semua wawancara itu ternyata menjadi dokumen penting yang sangat berharga terkait FRI dan juga keberadaan TCW. Eman-eman kalau hanya tersimpan di Youtube. Maka pimpinan sanggar Raff Dance Company ini melakukan pelacakan dokumentasi FRI dari berbagai sumber. Kemudian ditemukan bulletin yang pernah diterbitkan terkait dengan peristiwa FRI itu edisi spesial, edisi pertama hingga edisi keenam, yang didapatkan melalui situs penjualan daring. Bahkan Rofiq mendapat kejutan menerima kiriman foto dua perangko yang pernah secara khusus diterbitkan terkait dengan FRI tahun 1971.

Tidak hanya berhenti di situ, Rofiq juga masih menggali wacana dari beberapa narasumber pascafestival yang pernah menari di panggung TCW, yaitu Lilik Subari, Dimas Pramuka Admaji, Handoyo, Deni Ike, dan Hari Muji Wahyono.

Satu hal yang luput dari catatan Rofiq, bahwasanya menurut Sulistyo Tirtokusumo dalam sebuah Webinar Budaya Panji, FRI itu juga mendapatkan legitimasi yang sangat kuat berupa Keppres dari Presiden Soeharto. Di sini bisa dimaknai bahwa penyelenggaraan FRI tersebut merupakan proyek politik yang prestisius pada masanya. Bahwa untuk menjadi tuan rumah FRI saja sampai perlu membangun amphitheatre yang sangat megah meski setelah itu kondisinya terlantar belasan tahun hingga akhirnya diakuisisi oleh Pemprov Jatim tahun 2012.

Jadi, menyimak isi buku ini sebagaimana dituturkan di atas maka judul buku “Melacak Jejak Pengembangan Wisata Budaya di Jawa Timur” itu ibarat jauh panggang dari api. Justru subjudulnya yang lebih pas, yaitu “Festival Ramayana Internasional 1971 sebagai Tonggak Sejarah Pengembangan Seni Tari dan Karawitan Jawa Timuran.” Mengapa tidak subjudul ini saja yang dijadikan judul buku? Hapus saja judul utama yang menyesatkan itu.

Sayang sekali, lantaran dikejar tenggat terbit, buku ini tanpa ditangani  editor sehingga banyak ditemukan salah ketik, juga kutipan data yang keliru, serta penulisan yang tidak baku sebagai bahasa tulis. Terlepas dari hal teknis tersebut kehadiran buku ini menjadi dokumen penting yang sangat berharga sebagai sumber literatur yang dapat dikembangkan menjadi penulisan berikutnya. Selama ini banyak peristiwa kesenian yang hanya berlalu begitu saja, tanpa catatan berarti. Kalau toh sekarang sudah ada channel Youtube yang mengabadikan dalam bentuk audio visual namun dokumentasi dalam bentuk buku masih sangat langka. Bayangkan, ketika FRI berlangsung 52 tahun yang lalu, dibarengi dengan penerbitan bulletin hingga 6 (enam) edisi plus edisi spesial. Bandingkan dengan penyelenggaraan festival serupa yang pernah berlangsung selama ini. Gebyar dan meriah serta gegap gempita namun tidak meninggalkan jejak literasi.

Ironisnya, kita hanya bisa mengenang peristiwa lampau sebagai klangenan belaka, sementara ikon Festival Ramayana itu sendiri sudah kadung melekat di amphitheatre Candi Prambanan hingga sekarang. Itulah faktanya.

Salut buat Drs. Arif Rofiq, M.Si, yang tahun depan mengakhiri pengabdiannya sebagai Pegawai Negri Sipil (PNS) di BPSDM mampu meninggalkan monumen berharga yang bakal dikenang sepanjang masa. (*)

Catatan Henri Nurcahyo ARIF ROFIQ menerbitkan buku, judulnya (ambil nafas dulu): “Melacak Jejak Pengembangan Wisata Budaya Jawa Timur. (ditambah subjudul:) Festival Ramayana Internasional 1971 sebagai Tonggak Sejarah Pengembangan Seni Tari dan Karawitan Jawa Timuran.” Buku ini lantas dibedah (tepatnya diluncurkan) di lobi gedung Cak Durasim, Taman Budaya Jawa Timur, Kamis sore, 31 Agustus 2023. Tanggal…

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *