Nabila Dewi Gayatri: Bukan Numpang Tenar Gus Dur
Catatan Henri Nurcahyo
SOSOK Nabila Dewi Gayatri tak lepas dari nama Gus Dur. Hal ini karena pelukis asal Gresik ini sangat mengidolakan cucu pendiri NU tersebut. Banyak sekali figur Gus Dur hadir di kanvas-kanvasnya, disandingkan dengan tokoh-tokoh lain yang bisa siapa saja. Tak heran maka para penggemar Gus Dur, khususnya umat Nahdliyin, menyukai lukisan Nabila. Bahkan, mungkin bisa pesan, wajah mereka bisa disandingkan dengan Gus Dur dalam sebuah kompilasi lukisan. Mengapa tidak? Dari titik inilah Nabila telah menciptakan pasarnya sendiri. Bahwa perempuan pelukis ini memang spesialis melukis Gus Dur dengan gayanya yang khas.
Pada tataran ini Nabila bisa saja mengompilasi wajah Gus Dur dengan KH Hasyim Asy’ari, pendiri NU sekaligus kakek Gus Dur, dengan KH Solahudin Wahid, KH Bisri Syamsuri, KH Syaichona Cholil, KH A Wahab Chasbullah, KH Hasyim Muzadi, para tokoh-tokoh ulama dan Kyai kharismatis lainnya. Bahkan juga dengan Bung Karno, termasuk disertakan pula wajah Syaifullah Yusuf, keponakan Gus Dur yang sekarang menjadi Menteri Sosial.
Dalam perkembangannya ternyata Nabila tidak hanya sekadar melakukan kompilasi wajah Gus Dur dengan sosok yang lain, namun menghadirkan Gus Dur dengan visualisasi citranya. Hanya ada sosok Gus Dur dalam kanvasnya, tanpa ada wajah tokoh lainnya, dibarengi dengan visualisasi terhadap sifat, karakter, atau citra yang melekat pada Gus Dur. Misalnya, Gus Dur sebagai sosok yang suka membela kaum minoritas, Gus Dur di depan klenteng, di depan stupa Borobudur. Baginya, bangsa Indonesia ini dianggapnya sebagai anak-anak yang perlu diasuh dengan penuh kasih. Karena itulah Gus Dur digambarkan sedang memangku dua anak bayi, yang menyimbolkan NU dan Indonesia, dalam pangkuannya. Sementara beberapa bayi lainnya beterbangan di angkasa. Kecintaannya pada kesenian divisualkan dengan sosok Gus Dur berlatarbelakang gamelan dan wayang. Perlu diingat, Gus Dur juga pernah menjadi ketua Dewan Kesenian Jakarta lho (1982 – 1985). Gus Dur adalah sosok multidimensi.
Dan yang menarik, ada lukisan Gus Dur berkostum ala Semar yang dikelilingi figur-figur berbagai agama termasuk agama nusantara. Ketika Gus Dur divisualkan sebagai sosok yang cinta Buddhis, digambarkan Gus Dur berbusana ala Bikhu dengan kepala plontos seolah-olah sedang menggembala berbagai macam hewan, termasuk hewan purba sejenis dinosaurus. Ini mengingatkan sosok Nabi Nuh.
Sebuah lukisan yang berjudul Angon Angin menghadirkan Gus Dur mengenakan topi petani duduk di atas punggung gajah sambil meniup seruling. Angon adalah bahasa Jawa yang berarti menggembala. Biasanya digambarkan seorang anak laki-laki menggembala hewan ternak (sapi atau domba) sambil duduk di punggung seekor kerbau. Nah kali ini justru Gus Dur duduk di atas gajah di tengah hutan belantara dan burung-burung kecil beterbangan di sekitarnya. Alangkah imajinatifnya.
Angon Angin bermakna menggembala angin. Pilihan kata yang ritmis ini saja sudah kontemplatif. Bagaimana mungkin angin bisa digembalakan? Secara harfiah ungkapan ini memiliki makna kiasan yang merujuk pada pekerjaan atau kegiatan yang sia-sia, tanpa hasil atau tujuan yang jelas. Orang yang “angon angin” diibaratkan seperti sedang mengejar sesuatu yang tidak mungkin, sehingga usahanya dianggap tidak membawa hasil apa pun.
Dalam tradisi India alunan seruling dapat mengendalikan gerak ular kobra. Meskipun sebetulnya ular tidak benar-benar dikendalikan geraknya, karena ular tidak dapat mendengar musik seruling, tetapi getaran atau irama yang dimainkan oleh pawang dapat dirasakan oleh ular melalui tubuhnya. Kali ini alunan seruling digambarkan dapat mengendalikan angin. Gus Dur-lah yang melakukannya. Tentu saja “angin” bukan dalam pengertian harfiah. Sesungguhnya angin adalah simbol kondisi masyarakat, atau simbol dinamika kehidupan. Apalagi, hewan yang ditungganginya adalah gajah, hewan terkuat di seluruh rimba raya.
Dengan kata lain, “angon angin” adalah menjadi the man behind the gun. Bahkan, mind behind the man. Orang yang ada di belakang layar. Semacam King Maker. Gus Dur, atau nama lengkapnya adalah K.H. Abdurrahman Wahid, dikenal sebagai sosok yang memiliki pandangan jauh dan terkadang membuat pernyataan yang tampak sebagai ramalan. Banyak yang melihat ramalan ini sebagai bukti kemampuan intuisi dan kebijaksanaan Gus Dur dalam membaca karakter orang atau melihat potensi masa depan. Bukankah selama ini Gus Dur memiliki sejumlah ramalan yang ternyata terbukti di kemudian hari? Misalnya, ramalan bahwa kekuasaan Orde Baru akan runtuh, Habibie akan menjadi presiden, meramal dirinya sendiri akan menjadi Presiden, juga Jokowi ketika masih menjabat walikota juga diramal menjadi presiden. Dan yang sekarang terbukti adalah bahwa Gus Dur pernah menyebut bahwa Prabowo akan menjadi presiden Indonesia di usia yang sudah tua. Lahir tahun 1951, berarti Prabowo berusia 73 tahun. Persis dengan ramalan Gus Dur. Barangkali, inilah sebagian dari makna “angon angin” tersebut.
Pada sisi yang lain Nabila bukan sekadar melukis hewan secara realistis melainkan hewan imajinatif seperti kura-kura yang dekoratif dengan bunga-bunga tertancap di kepalanya, bersama seekor naga, yang digambarkan sedang berenang di kedalaman lautan. Gus Dur duduk di punggung kura-kura itu sambil memegang tali kendali. Perhatikan, sosok Gus Dur malah dilukiskan berbusana lengkap, dengan kopiah, baju koko, bercelana panjang, dan bersepatu. Mengapa? Ini jadi pertanyaan tersendiri.
Hewan imajinatif lainnya adalah mirip seekor badak dengan cula menjulang ke atas dengan ujung berupa sarang burung. Ada sejumlah hewan panda di badannya, di perutnya seperti ada lobang yang memperlihatkan aneka macam hewan dan tiga perahu layar di atasnya. Sementara di atasnya beterbangan kuda, domba, dan rusa, yang semuanya bersayap, mengingatkan pada gambaran tentang buroq. Kalau toh ada seekor ikan di bagian punggung badak, apakah lukisan ini sedang menunjukkan setting di dalam air? Tidak juga, karena badak ini malah bertumpu pada semacam perahu beroda yang di atasnya juga beraneka hewan seperti jerapah, rusa, sapi, dan juga kelinci. Lagi-lagi lukisan ini juga mengingatkan Nabi Nuh.
Lukisan yang satu ini sangat complicated. Masing-masing bagiannya sangat menarik. Kompilasi berbagai elemen yang mustahil disatukan secara realitas justru digabungkan secara imajinatif. Perhatikan wajah Gus Dur. Dia tertawa duduk di atas badak imajinatif itu, diapit oleh tetumbuhan di depan dan belakangnya.
Menikmati lukisan ini dengan memandangnya berlama-lama mengantarkan kita pada dunia imajinasi yang luas dan amat kaya. Sungguh luar biasa keliaran imajinasi Nabila. Tak usah bertanya apakah ini lukisan surrealis atau sebutan apalah, yang penting orang tidak akan pernah bosan memandangnya berlama-lama, setiap hari, bahkan setiap saat menatapnya. Bukankah lukisan yang bagus itu manakala tidak habis dipandang hanya dengan sekali pandang? Setiap kali memandangnya dengan khitmat, akan selalu ditemukan makna baru.
Mengutip apa yang pernah ditulis media ngopibareng, lulusan Aqidah Filsafat, Al Azhar, Kairo, Mesir, ini tertarik menggoreskan catnya melukis wajah Gus Dur sejak 2010. Gus Dur baginya adalah sosok pemimpin yang mengayomi masyarakat tanpa memandang agama, kepercayaan atau etnis. Serta pemikirannya yang masih relevan sampai saat ini. “Gus Dur adalah sang pencerah, panutan banyak umat beragama, dia seperti obor di tengah sengkarut kegelapan. Maka saya berusaha menghadirkan Gus Dur di tengah penikmat lukisan saya,” ujar Nabila.
“Ini perbuatan baik untuk mengenang orang baik. Melukis Gus Dur adalah kehendak batin saya sebagai pelukis dan saya memaknainya sebagai cinta setiap kali melukisnya,” tutur Nabila Dewi Gayatri pada media daring ngopibareng.
Dengan kata lain, bahwa seorang Nabila bukan mendompleng ketenaran Gus Dur. Dia benar-benar mencintainya sepenuh hati. Dan apa yang dilakukannya melalui lukisan-lukisannya sudah berhasil menciptakan pasar miliknya yang menjadi subsidi silang baginya untuk melukis karya-karya yang idealis dan tidak akrab di mata awam. Itulah yang dilakukannya dengan melukis dengan gaya surealis, hitam putih, yang kontemplatif. Ini juga perlu dibuat ulasan tersendiri. Nanti yaa….. (Bersambung)
Catatan Henri Nurcahyo SOSOK Nabila Dewi Gayatri tak lepas dari nama Gus Dur. Hal ini karena pelukis asal Gresik ini sangat mengidolakan cucu pendiri NU tersebut. Banyak sekali figur Gus Dur hadir di kanvas-kanvasnya, disandingkan dengan tokoh-tokoh lain yang bisa siapa saja. Tak heran maka para penggemar Gus Dur, khususnya umat Nahdliyin, menyukai lukisan Nabila.…