NGERUMPI PANJI BERSAMA LYDIA KIEVEN DI RESTO INGGIL

 

Sebagaimana biasa, setiap kali Lydia Kieven datang ke Jawa Timur, yang dilakukannya setiap tahun, selalu mengundang sejumlah temannya untuk ngerumpi bareng tentang Panji di sebuah tempat. Hal ini dilakukan untuk menghemat waktu kalau harus mengunjungi satu persatu. Nah kali ini acara ngerumpi dilakukan di Resto Inggil Kota Malang, Senin malam (23/10/23). Tahun lalu acara yang sama dilakukan di Kedai Kembang Kopi di kawasan Wagir.

Hadir dalam acara ini adalah: Ampri Bayu, Wibie Mahardahika, Ratnawati, Syarif, Winarto Ekram, Tri Wahyuningtyas, Rudi Irawanto, Bambang AW, M.S. Rijal, Lulut Edi Santoso, Restu Respati, dan tentu saja Dwi Cahyono Inggil selaku tuan rumah. Saya (Henri Nurcahyo) satu-satunya peserta yang bukan warga Malang. Sementara Dwi Cahyono Arkeolog yang sebetulnya menjadi penggagas acara baru hadir 15 menit menjelang acara bubar karena hampir bersamaan dengan acaranya di Pacet, Mojokerto.

Lantas apa yang dibicarakan dalam pertemuan terbatas itu? Dari notulensi yang dibuat oleh Lydia Kieven dapat disarikan hal-hal sebagai berikut:

Lydia Kieven sudah bertahun-bertahun meneliti dan berkegiatan tentang Panji, dan  ingin menyumbang pada masyarakat Indonesia, tidak hanya menulis, menerbitkan, memberi ceramah, pada kalangan akademisi saja. Lydia menyambut baik acara-acara seperti Panji Asean Festival pada bulan Oktober ini, tapi sayangnya nilai Panji tidak digali/ditampilkan

Nilai karakter Panji penting, yaitu: Kesederhanaan, rasa percaya diri, mampu mengatasi halangan-halangan yang selalu dihadapi dalam kehidupan tanpa kenal putus asa. Juga nilai berupa kreatif dalam perjalanan hidup sambil belajar dengan orang yang pintar.  Nilai-nilai itu ada dalam semua bentuk “budaya dan tradisi Panji” juga, khusus kreativitas: Relief, sastra, wayang, seni pertunjukan dan seterusnya.

Sedangkan Dwi Cahyono Inggil mengingatkan topik pertemuan tahun lalu  di Kembang Kopi perihal “Panji dan air.” Hal ini sudah dikerjakan di Museum Panji dengan cara menanam pohon berbagai jenis.  Menurut Dwi, masyarakat bisa belajar tentang Panji lewat melestarikan air.

Henri Nurcahyo menambahkan, isu Panji dan air ini menarik karena selama ini masih banyak masyarakat yang belum tahu soal Panji. Nah dengan membuat aktivitas terkait konservasi air maka secara tidak langsung masyarakat diajak membuat aksi kongkrit tanpa harus memahami lebih dulu soal Panji. Contoh di Kota Batu, banyak sumber air hilang karena dibangun villa-villa.

Bambang AW menambahkan, bahwa kegiatan bersama Agus Bimo (Klaten) dan Romo Kirjito (Muntilan): sudah memanfaatkan air hujan yang dapat diminum setelah melalui proses tertentu. Bagaimanapun isu air ini memang penting. Sebab, kata Lulut Edi Santosa, biasanya tempat-tempat suci selalu dikaitkan dengan air. Maka Restu Respati bertanya, pohon jenis apa yang cocok ditanam? Tiap pohon punya fungsi masingmasing. Lantas, apa kaitannya Panji dengan isu air?

Pembicaraan lantas melebar ke beberapa isu, misalnya soal pendidikan karakter lewat seni panahan sebagai medium, dinamakan “Laskar Panji” sebagaimana yang dilakukan oleh Wibie Mahardika. Syarif mempertanyakan sebutan Panji Minor sebagaimana sering dikutip oleh Dwi Cahyono arkeolog dari Piaugeud. Juga soal asal usul Cerita Panji dari mana dan zaman apa. Serta terkait relief burung Jaruman Atat sebagaimana ditanyakan oleh Winarto Ekram.

Komentar dari Lydia: Perubahan dan penyesuaian bentuk seni dan tradisi Panji adalah salah satu potensi yang khas untuk Panji, berabad-abad, sampai zaman kini. Beda dengan Ramayana yang tetap sama (dengan sedikit potensi perubahan)

Lantaran setiap orang yang hadir mendapat kesempatan berbicara, maka topiknya menjadi tidak tunggal, tergantung siapa yang bicara. Misalnya saja Tri Wahyuningtyas bicara rencana ke Singapura, Rudi Irawanto bicara soal dalang wayang krucil yang semakin langka, dan sebagainya.

Henri Nurcahyo mengingatkan bahwa perhatian terhadap Panji sudah dilakukan oleh perguruan tinggi. Universitas Ciputra misalnya sudah punya Panji Studies sejak tahun 2013. Juga Universitas MaChung di Malang, Universitas Surabaya, serta UNIPA Surabaya yang mengkaji Panji di sektor hulu. Sementara UNESA akan mendirikan “Pusat Kajian Panji.” Semuanya ini menarik dan perlu didukung karena Panji sudah menjadi kajian serius di lingkup akademis.

Dan yang juga penting, bagaimanapun sosok Lydia adalah inspirator yang menularkan semangat untuk bergerak terkait Panji. Jangan sampai lantas hanya berhenti sebaga wacana belaka tanpa aksi kongkrit sampai kemudian Lydia datang lagi ke Jatim tahun berikutnya. (hnr)

  Sebagaimana biasa, setiap kali Lydia Kieven datang ke Jawa Timur, yang dilakukannya setiap tahun, selalu mengundang sejumlah temannya untuk ngerumpi bareng tentang Panji di sebuah tempat. Hal ini dilakukan untuk menghemat waktu kalau harus mengunjungi satu persatu. Nah kali ini acara ngerumpi dilakukan di Resto Inggil Kota Malang, Senin malam (23/10/23). Tahun lalu acara…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *