Cerita Panji Memperkuat Penyatuan ASEAN
Catatan Henri Nurcahyo
USAI sudah perjalanan Festival Panji ASEAN yang dilangsungkan sejak tanggal 7 – 28 Oktober 2023 di kota-kota Yogyakarta, Kediri, Malang, Surabaya, Pandaan, dan Surakarta. Sebanyak 9 dari 11 negara anggota ASEAN terlibat dalam pertunjukan kolaborasi dengan cerita “Panji Semirang.” Memang hanya satu cerita yang dipergelarkan namun masing-masing negara mendapatkan bagian tersendiri adegan yang dibawakannya. Sembilan negara itu adalah Laos, Thailand, Kamboja, Myanmar, Malaysia, Singapura, Filipina, Vietnam, dan tentu saja Indonesia. Dua negara lainnya adalah Brunei Darussalam dan Timor Leste yang tidak ikut serta dalam festival ini.
Ada yang bertanya, “apakah betul di Vietnam ada Cerita Panji?” Menurut Bambang Pujasworo yang menjadi penulis naskah Panji Semirang dalam pertunjukan kolaborasi ini, bahwa secara tradisi kemungkinan memang Cerita Panji ada di Vietnam tapi tipis sekali. Begitu pula di Filipina, sebagaimana disebutkan oleh Steven Fernandez, pimpinan rombongan dari Filipina, bahwa Cerita Panji memang tidak banyak dikenal. Tradisi Panji di Vietnam dan Filipina tidak sekuat yang ada di Laos, Thailand, Kamboja, dan juga Myanmar. Demikian pula di Brunei Darussalam, kemungkinan Panji juga tidak banyak dikenal. Tetapi dengan adanya Panji versi Melayu yang berkembang ke seluruh semenanjung Melayu bisa jadi di Brunei juga ada Panji. Dalam festival ini delegasi Brunei batal bergabung dalam pertunjukan kolaborasi bersama negara-negara ASEAN lainnya meski sudah disiapkan plot adegan yang akan dimainkannya. Alhasil jatah Brunei itu dimainkan oleh Malaysia.
Pertanyaan yang sama juga bisa ditujukan untuk Timor Leste. Apakah di Timor Leste juga terdapat jejak Cerita Panji? Tidak penting lagi menjawab pertanyaan ini. Bisa jadi jawabannya adalah “tidak”. Kebetulan Timor Leste memang sudah sejak awal tidak berhasil diajak bergabung dalam festival ini.
Yang jelas penyelenggaraan pertunjukan kolaborasi ini memang tidak berangkat dari konsep menampilkan cerita Panji yang ada di negara-negara ASEAN, tetapi sebaliknya, mengajak semua negara ASEAN ikut bergabung tanpa harus mempertimbangkan ada tradisi Panji apa tidak di negaranya. Masing-masing delegasi ditunjuk oleh Kementerian Kebudayaan setempat untuk membawakan seni pertunjukan sesuai dengan konsep yang sudah disiapkan oleh Indonesia selaku tuan rumah. Thailand misalnya, penunjukan anggota delegasi dilakukan oleh Departmen of Perfoming Arts yang mengelola seniman-seniman profesional.
Dalam hal ini Bambang Pujasworo bertindak selaku penulis naskah dan sutradara. Tentu saja mereka yang dipilih menjadi delegasi adalah para penari atau seniman pertunjukan sehingga tidak kesulitan untuk bergabung dalam pertunjukan kolaborasi ini. (Pembagian adegan menurut negara bisa dibaca di sini: https://sandhya-citralekha.org/2023/10/16/sinopsis-adegan-panji-semirang/)
Dari sembilan negara yang berkolaborasi dalam pertunjukan “Panji Semirang” ini hanya Indonesia yang pemainnya selalu berganti. Ketika digelar di Yogyakarta dimainkan oleh seniman-seniman Yogyakarta. Demikian pula ketika dipertunjukkan di Kediri, Malang, Pandaan, dan juga Surakarta. Dengan demikian maka bagian adegan yang menjadi jatah Indonesia itu berbeda-beda di setiap kota, meski secara keseluruhan masih tetap berkesinambungan dengan adegan keseluruhan.
Hal ini berbeda dengan Festival Panji tahun 2018, yang meski hanya diikuti oleh tiga negara (Indonesia, Thailand, dan Kamboja) tapi malah disebut Festival Internasional. Waktu itu perjalanan delegasi Festival Panji merambah kota-kota mulai dari Denpasar, Pandaan, Malang, Blitar, Tulungagung, Kediri, Yogyakarta, dan berakhir di Jakarta. Sementara festival yang baru berlangsung kali ini diikuti 9 negara namun hanya cukup menyebut Festival (tingkat) ASEAN. Dalam festival 6 tahun yang lalu itu masing-masing negara menampilkan cerita Panji sesuai dengan tradisi yang ada di negara masing-masing. Hal yang sama juga terjadi dalam Festival Ramayana yang berulangkali diselenggarakan di Prambanan maupun Taman Candra Wilwatikta Pandaan, di mana tahun 2013 diberi nama Festival Majapahit.
Jadi, kalau berharap ingin tahu cerita Panji di negara-negara peserta Festival Panji ASEAN kali ini, tidak akan ketemu. Tetapi yang bisa didapatkan adalah bagaimana busananya, bagaimana cara menari dan musiknya, dan kadang ada sebagian dialog atau nyanyiannya. Karena semua delegasi memainkan cerita yang satu maka penonton harus jeli untuk melihat siapa pemain yang sedang memerankan tokoh apa. Masing-masing negara memiliki kesepatan menghadirkan tokoh yang sama dengan kostum yang berbeda. Ia bisa jadi berbusana Thai dan Kamboja yang khas dengan tutup kepala berupa pagoda, namun di kesempatan lain berbusana Melayu. Bahkan Panji dan Sekartaji dan orangtuanya menjadi sosok berbusana China ketika dimainkan oleh delegasi Singapura yang mengingatkan film-film China.
Yang dipentingkan dalam festival ini adalah bagaimana menyatukan atau memperkuat penyatuan negara-negara ASEAN dalam satu semangat yang sama, yaitu semangat Panji. Dengan kata lain bahwa untuk memperkuat persatuan dari negara-negara anggota ASEAN itu dapat dilakukan melalui Cerita Panji. Itulah catatan penting dari festival ini.
Sebagaimana diketahui bahwa ciri utama dari Cerita Panji adalah semangat penyatuan dua belah pihak, yang dalam hal ini disimbolkan dengan penyatuan kerajaan Janggala dan Panjalu, penyatuan Raden Panji Inu Kertapati dan Dewi Sekartaji. Raden Panji dianggap sebagai titisan Dewa Wisnu, sedangkan Dewi Sekartaji sebagai titisan dari Dewi Sri. Penyatuan Panji dan Sekartaji adalah bentuk penyatuan pria dan wanita yang menghasilkan kesuburan atau keturunan yang kemudian disimbolkan dalam kesuburan padi. Hal ini dapat dimaknai bahwasanya cinta kasih itu dapat mempersatukan. Semangat penyatuan lelaki dan perempuan inipun berlanjut menjadi bersatunya lingga dan yoni, sperma dan ovum.
Bahkan semangat penyatuan ini juga dimaknai sebagai bertemunya matahari dan rembulan, pertemuan siang (terang) dan malam (gelap), malam dan siang. Pertemuan jagad gedhe dan jagad alit, pertemuan bapa dan biyung (ibu), langit dan bumi, pertemuan dunia atas dan dunia bawah. Bahkan bisa pula ditambahkan bahwa semangat penyatuan itu terjadi antara aliran sungai dan lautan, atau antara mata air dan danau.
Namun pakar sastra dari Malaysia, Noriah Mohammed mengingatkan, bahwa kita harus dapat menangkap makna yang tersirat dan makna yang tersurat. Gagasan penyatuan dalam Cerita Panji bukan sekadar bersatunya dua belah pihak belaka melainkan juga kebersatuan dengan Sang Maha Pencipta dan makhluknya (Manunggaling Kawula lan Gusti). Karena Cerita Panji selalu berhubungan dengan Dewa-dewa. Apapun yang terjadi selalu dikatakan: “ini semua sudah kehendak Dewa.”[1]
Festival Panji ASEAN telah berhasil membuat ikatan kemenyatuan yang kuat melalui cerita Panji, terlepas apakah di semua negara-negara anggota ASEAN memang terdapat jejak tradisi Panji atau tidak. Atau, sangat mungkin bahwa Cerita Panji di suatu negara berbeda dengan yang ada di negara lain. Sebagaimana dituturkan oleh Bambang Pujasworo, dari sisi teknis masing-masing negara memiliki gaya tari yang berbeda, dan musik yang berbeda. Juga interpretasi atas lakon itu juga berbeda. Misalnya delegasi Kamboja terang-terangan mengatakan bahwa Cerita Panji di sana tidak seperti ini. Ketika Bambang memberi tahu cara memegang boneka, mereka mengatakan bahwa di Kamboja bukan boneka yang diberikan oleh Raden Inukertapati kepada Raja Panjalu, tetapi dua bilah keris.
Bambang harus minta maaf bahwa dasar cerita yang digunakan adalah versi Jawa, di mana yang diserahkan adalah boneka. Bukan keris. Hanya saja, mereka bertanya, bagaimana dengan pemotongan rambutnya? Karena kalau di Kamboja, dengan keris yang diberikan ke Raja Kediri itulah rambut Sekartaji dipotong. Dijelaskan oleh Bambing, panggilan akrab Bambang Pujasworo, bahwa raja Jawa mempunyai kebiasaan selalu menyelipkan keris di punggungnya. Tradisi ini tidak terdapat di Kamboja. Akhirnya Kamboja mau menyesuaikan. Dikatakannya, sebenarnya hal ini tidak lazim di Kamboja tepi mau dilakukan demi memenuhi permintaan Indonesia.
Semangat kemenyatuan ini bukan sekadar dipertontonkan di atas panggung, melainkan penyelenggaraan festival ini sendiri dilakukan secara kolaboratif dalam hal pendanaan. Masing-masing negara peserta itu tidak semuanya ditanggung biayanya oleh pemerintah Indonesia, dalam hal ini Kemendikbud. Hanya sebagian kecil saja. Selebihnya tanggungan negara masing-masing. Toh mereka bersedia ikut acara ini meski dengan biaya sendiri. Sedangkan biaya pergelaran dan semua acara di Indonesia ditanggung secara bersama oleh Kemendikbud, Pemerintah Provinsi (DIY, Jateng, dan Jatim) serta pemerintah kota Yogyakarta, Kediri, Malang, dan Surakarta. Lagi-lagi, inilah semangat kemenyatuan yang selaras dengan “Semangat Panji.” (*)
[1] Bagian ini sudah saya sampaikan dalam Seminar Internasional Tradisi Lisan di Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta, 12-15 Juni 2023.
Catatan Henri Nurcahyo USAI sudah perjalanan Festival Panji ASEAN yang dilangsungkan sejak tanggal 7 – 28 Oktober 2023 di kota-kota Yogyakarta, Kediri, Malang, Surabaya, Pandaan, dan Surakarta. Sebanyak 9 dari 11 negara anggota ASEAN terlibat dalam pertunjukan kolaborasi dengan cerita “Panji Semirang.” Memang hanya satu cerita yang dipergelarkan namun masing-masing negara mendapatkan bagian tersendiri adegan…