
Wisata Kuliner Jadoel di Pacet Mojokerto
Namanya Pasar Keramat, sebuah destinasi wisata budaya dan kuliner jaman doeloe (jadoel) di kawasan Pacet, Mojokerto. Tepatnya di dusun Wonokerto, desa Warugunung. Lokasinya cukup unik, karena berada di area hamparan rumpun bambu, bekas tempat pembuangan sampah. Hanya dibuka sebulan dua kali, hari Minggu kliwon dan Minggu Wage, mulai pukul 06.00 hingga pukul 12.00. Kebetulan, pas tanggal 9 Februari yang lalu adalah momen yang istimewa, karena bersamaan dengan Sedekah Bumi dan pergelaran Wayang Kulit Beber oleh SMAN 1 Pacet Mojokerto. (Soal wayang beber ini nanti saya tulis tersendiri yaa).

Lokasinya yang asri di bawah rumpun bambu menjadikan sinar matahari hanya sedikit menembusnya. Suasananya seakan-akan pagi terus. Jadwal selanjutnya tanggal 9 Maret tepat bulan puasa. Aktivitas pasar diselenggarakan malam hari. Wah pasti menarik. Pantas saya lihat ada lampu-lampu yang tertempel di pepohonan.
Puluhan pedagang menjajakan aneka makanan tradisional, yang terdiri dari aneka macam nasi, minuman, dan kue-kue. Di samping itu juga ada kerajinan bambu, dan juga pelayanan jasa pijat. Informasi tersebut ditulis dalam tiga bahasa: Indonesia, Jawa (lengkap dengan aksaranya), dan bahasa Inggris.
Semua transaksi tidak boleh menggunakan uang tunai. Pengunjung harus menukar uangnya dengan “uang gebog” yang terbuat dari potongan kayu berbentuk bulatan dengan lobang di tengahnya. Masing-masing senilai dua ribu rupiah. Alhasil, tidak ada harga dalam bentuk ganjil (seribu, tiga ribu, dan seterusnya) melainkan selalu dalam jumlah genap. Karena itu tertulis di setiap meja harga-harganya 1, 2, 3 Gb (baca: gebog).
Nuansa jadoel benar-benar dipertahankan di sini. Sehingga tidak ada bungkus atau kantong plastik. Hanya ada dedaunan atau wadah tempurung kelapa. Termasuk peralatan memasak zaman dulu, seperti kendi, kompor yang terbuat dari tanah liat (anglo). Pengunjung yang menginginkan tas untuk wadah bisa membeli tas khusus yang terbuat dari anyaman bambu. Harganya bervariasi sesuai besarnya, yaitu 5, 7, dan 9 Gb. (Semula saya kira Gigabyte….. ). Para pedagangnya juga mengenakan busana tradisional, layaknya zaman dahulu.

Bersama dengan pelukis Joni Ramlan, saya untuk pertama kalinya mengunjungi pasar ini. Begitu masuk lokasi, Joni langsung menukarkan uang dengan uang gobog. Ternyata kedatangan saya dikenali panitia, yang jujur saja saya lupa, apalagi mengenakan kostum Hanoman. Uang gobog yang dipegang Joni langsung diminta, ditukarkan dengan uang rupiah kembali. Kemudian panitia itu memberikan sejumlah uang gobog dalam wadah keranjang bambu. Ternyata dia bernama Budi, lengkapnya Budiharjo, ketua kelompok yang mengelola pasar ini.
Karena kenal itu pula saya dan Joni dipersilahkan duduk di kursi paling depan. Bahkan tiba-tiba saya didaulat memberikan sambutan. Waduh…, Gak papa, saya hanya menyampaikan salut dan selamat buat acara ini.
Nama-nama aneka makanan di sini lumayan asing bagi warga sekarang, apalagi kalangan remaja. Misalnya ada panganan bernama Ketan Gendor, Ruku-ruku Telo, Otok-otok, Jelepak Wan-wan, Satron, Tewul, Jungkang, Cining, Nasi Gandul, dan banyak lagi. Termasuk Perut Kambing, yang nama aslinya sebetulnya Kontol Kambing. (Barangkali, sengaja diberi nama baru supaya terkesan sopan). Sayang sekali, pengunjung tidak mendapatkan akses informasi untuk dapat mengenalinya. Aspek informasi ini agaknya belum terpikirkan. Termasuk, mengapa dinamakan Pasar Keramat? Siapa yang dikeramatkan? Memang ada sebuah makam di situ, juga ada semacam batu prasasti (nampaknya baru). Bisa jadi nama Pasar Keramat karena mengacu nama lama dusun Wonokerto, yaitu Keramat Jetak. Andaikata ada semacam katalog elektronik yang tautannya ditampilkan dalam bentuk barcode dan ditempelkan di pohon atau tiang, tentu setiap orang bisa mengunduhnya dengan mudah melalui gawai.

Menurut sebuah prasasti yang dipajang di lokasi, Pasar Keramat ini diresmikan tanggal 19 Februari 2023 oleh Bupati Mojokerto, dr Ikfina Fahmawati, M.Si, sebagai bentuk revitalisasi Desa Bambu Mojokerto dan Gerakan Pelestarian Lingkungan dan Mata Air. Tertulis pendukungnya adalah Yayasan Bambu Lingkungan Lestasi, dengan sponsor Multi Bintang Indonesia. Dalam prakteknya aktivitas Pasar Keramat ini dikelola oleh warga dusun setempat, yang banjir berkah dari ongkos parkir motor dan mobil yang membludak. (henri nurcahyo)
Namanya Pasar Keramat, sebuah destinasi wisata budaya dan kuliner jaman doeloe (jadoel) di kawasan Pacet, Mojokerto. Tepatnya di dusun Wonokerto, desa Warugunung. Lokasinya cukup unik, karena berada di area hamparan rumpun bambu, bekas tempat pembuangan sampah. Hanya dibuka sebulan dua kali, hari Minggu kliwon dan Minggu Wage, mulai pukul 06.00 hingga pukul 12.00. Kebetulan, pas…